Jelaskan Sanksi Bagi Pelanggar Norma Hukum Dan Sifatnya
Contoh Kasus Pelanggaran UU ITE di Indonesia
Salah satu contoh kasus pelanggaran UU ITE di Indonesia pernah terjadi baru-baru ini di Kalimantan Timur. Sebagaimana dilansir Antaranews, ada perempuan yang melanggar UU ITE terkait pornografi (melanggar kesusilaan).
Perempuan itu diamankan oleh pihak kepolisian pada 4 Maret lalu, satu hari pasca penyelidikan. Adapun contoh kasus pelanggaran UU ITE ini terjadi karena tersangka menjual foto yang bermuatan pornografi lewat akun Instagram.
Seseorang berinisial YRT ini kemungkinan terjerat pasal 45 ayat (1) jo Pasal 27 ayat (1) UU RI No. 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua atas UU RI No. 11 Tahun 2008. Ada ancaman hukuman pidana penjara maksimal 12 tahun dan/atau denda 6 miliar rupiah.
Apa itu UU ITE sudah dapat kita pantau sebagai aturan yang menjaga keamanan dunia digital di Indonesia agar lebih bersifat positif. Berbagai ketentuan yang diatur melalui UU ITE ditujukan demi kepercayaan pengguna teknologi.
Adapun contoh kasus pelanggaran UU ITE bisa dipantau lewat ujaran kebencian, penyadapan, judi online, penyebaran berita bohong, dan lain-lain. Manfaat UU ITE sebagai cyber law adalah memastikan kepastian hukumnya.
Pelanggaran UU ITE bisa menyebabkan seseorang terkena dampak negatif, sementara pelaku memperoleh hukuman tertentu. Oleh sebab itu, kita sebagai warga negara sebaiknya lebih bijak dalam pemanfaatan teknologi.
Ronaldo Heinrich Herman, S.H., M.H., C.Me, adalah seorang ahli hukum yang memiliki latar belakang akademik kuat di bidang hukum perdata, bisnis, dan socio-legal. Lulusan dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Ronaldo menyelesaikan program sarjana, magister, dan sedang menempuh pendidikan doktor dengan fokus pada perbandingan hukum. Dengan keahlian di bidang hukum perdata dan penelitian hukum, ia menggabungkan wawasan akademis dan praktis untuk memberikan analisis mendalam dalam setiap tulisannya.
Oleh : KH. M. Shiddiq Al-Jawi
Menurut hukum Islam, apa sanksi bagi pemain judi dan bagaimana pula hukuman bagi bandar judi? Bagaimana Islam memberantas perjudian apalagi judi online yang hari ini merebak? Terima kasih. (Hamba Allah)
Sanksi Pidana Syariah Bagi Pemain dan Bandar Judi
Sanksi pidana syariah bagi pemain judi dan bandar judi adalah sanksi yang dinamakan ta’zīr. Apa itu ta’zīr? Ta’zīr adalah pidana syariah untuk pelanggaran syariah yang tidak ada nash khusus mengenai jenis sanksi-nya dan tidak ada kaffarah (tebusan)-nya. (‘Abdurrahmān Al-Mālikī, Nizhām Al-‘Uqūbāt, [Beirut : Dârul Ummah], Cetakan II, 1990, hlm. 17-22).
Pelanggaran syariah yang dijatuhi sanksi ta’zīr pada prinsipnya adalah setiap perbuatan pidana atau kriminal (al-jarīmah, criminal act) sesuai standar syariah Islam (Al-Qur`an dan As-Sunnah), namun tidak ada sanksinya secara khusus dari Al-Qur`an dan As-Sunnah. Secara garis besar, yang termasuk perbuatan pidana (al-jarīmah) dalam Islam ada dua; yaitu tarkul fardhi dan irtikābul harām. Tarkul fardhi adalah meninggalkan yang diwajibkan syariah; sedangkan irtikābul harām adalah melakukan yang diharamkan syariah. (‘Abdurrahmān Al-Mālikī, Nizhām Al-‘Uqūbāt, hlm.15).
Contoh tarkul fardhi : (1), meninggalkan sholat wajib; (2) tidak berpuasa Ramadhan; (3) tidak membayar zakat, baik zakat fitrah maupun zakat māl; (4) tidak menutup aurat bagi wanita muslimah dalam kehidupan umum, yaitu mengenakan kerudung (khimār) dan jilbāb (busana gamis longgar terusan); (5) tidak membayar utang, dan sebagainya.
Contoh irtikābul harām : (1) bertransaksi riba; (2) suap menyuap (risywah); (3) memberikan gratifikasi bagi pejabat; (4) berkhalwat (bersepi-sepi) secara berdua antara laki-laki dengan wanita yang bukan mahramnya; (5) melakukan ikhtilāth (campur baur) antara laki-laki dan Wanita non mahram, misalnya ikhtilāth di jalan umum, di kendaraan umum, di sekolah dan kampus, dan ikhtilath di walimah nikah; (6) minum khamr; (7) berzina; (8) LGBT; (9) berjudi (qimār/maysir), dsb.
Lalu sanksi ta’zīr seperti apa yang dapat dijatuhkan oleh Qadhi (hakim syariah) bagi pemain dan bandar judi? Jawabannya, Qadhi (hakim syariah) akan menentukan jenis dan/atau kadar hukuman ta’zīr, dari macam-macam ta’zīr yang telah ditetapkan syariah, yang jumlahnya ada 14 (empat belas) jenis sanksi ta’zīr, sebagaimana yang diuraikan secara rinci oleh Syekh ‘Abdurrahmân Al-Mâlikî dalam kitabnya Nizhām Al-‘Uqūbāt, hlm. 157-175.
Berikut contoh-contoh ta’zīr. Ta’zīr itu dapat berupa : (1) hukuman mati (al-qatl), (2) penyaliban (ash-shalb), tapi penyaliban ini dilakukan setelah terpidana dihukum mati; (3) penjara (al-habs), (4) pengucilan (al-hajr), yakni larangan hakim syariah kepada publik untuk berbicara dengan terpidana, (5) pengasingan (an-nafyu), (6) hukuman cambuk (al-jild) maksimal sepuluh kali cambukan, (7) denda finansial (al-gharāmah), (8) pemusnahan barang bukti kejahatan (itlâful mâl), misalnya pemusnahan narkoba, mesin atau alat perjudian, dsb (9) publikasi pelaku kejahatan (at-tasyhîr) di media massa, (10) nasehat (al-wa’zhu), (11) celaan (al-taubīkh), yaitu merendahkan terpidana dengan ucapan dari hakim (Qadhi), dan sebagainya. (‘Abdurrahmān Al-Mālikī, Nizhām Al-‘Uqūbāt, hlm. 157-175).
Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa sanksi pidana syariah bagi bagi pemain dan bandar judi adalah ta’zīr, yaitu satu jenis pidana syariah untuk pelanggaran syariah yang tidak ada nash khusus mengenai jenis sanksi-nya dan tidak ada kaffarah (tebusan)-nya. Qadhi (hakim syariah) adalah pihak yang akan mengadili pemain dan bandar judi dalam mahkamah syariah (sidang peradilan syariah), dan akan menentukan jenis dan/atau kadar hukuman ta’zīr, dari macam-macam ta’zīr yang telah ditetapkan syariah, yang jumlahnya ada 14 (empat belas) jenis sanksi ta’zīr, dan bahkan dapat sampai kepada hukuman mati (al-qatl), misalnya bagi bandar judi online dengan jaringan yang luas dan besar.
Berjudi merupakan aqad batil dan harta yang dihasilkan tidak boleh dimiliki oleh seorang muslim. (Taqiyuddin An-Nabhani, Al-Nizhām Al-Iqtishādi fī Al-Islām, hlm. 190). Hal ini sesuai larangan berjudi yang tegas oleh Allah SWT dalam QS Al-Ma`idah : 90 :
يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah najis termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah segala najis itu agar kamu beruntung.” (QS Al-Ma`idah : 90).
Syekh ‘Abdurrahmān Al-Mālikī menjelaskan secara khusus jenis sanksi ta’zir yang terkait judi, baik bagi pemain maupun bandar judi, dengan redaksi umum sebagai berikut :
كُلُّ مَنْ مَلَكَ ماَلاً بِعَقْدٍ مِنَ الْعُقُوْدِ الْباَطِلَةِ وَهُوَ يَعْلَمُ، يُعاَقَبُ بِالْجِلْدِ وَالسِّجْنِ حَتىَّ سَنَتَيْنِ
“Setiap orang yang memiliki harta dengan satu akad dari berbagai akad yang batil, sedangkan dia mengetahui, maka dia dihukum dengan hukuman cambuk (maksimal sepuluh kali cambukan) dan dipenjara hingga 2 (dua) tahun.” (‘Abdurrahmān Al-Mālikī, Nizhām Al-‘Uqūbāt, hlm. 99).
Pemberantasan Judi Online
Kami meyakini pemberantasan judi online secara khusus yang merebak saat ini, ataupun pemberantasan judi secara umum, tidak akan pernah tuntas, kecuali dalam sistem hukum Islam yang dijalankan dengan baik oleh seorang Imam (Khalifah) yang memimpin negara Khilafah.
Pemberantasan judi online yang dilaksanakan oleh sistem hukum sekuler sekarang, sebaik apapun pelaksanaannya, kami yakini hanya akan seperti memberantas gejala suatu penyakit, namun tidak akan pernah memberantas sumber penyakitnya itu sendiri, yang sesungguhnya berpangkal secara mendalam pada pandangan hidup sekuler-kapitalisme dari Barat, utamanya paham naf’iyyah (utilitarianisme) dan mut’ah jasadiyah (hedonisme). Kedua paham ini berpangkal pada dasar ideologi Barat, yaitu sekulerisme (fashlud dīn ‘an al-hayāh). (Taqiyuddin An-Nabhani, Nizhām Al-Islām, hlm. 65).
Utilitarianisme adalah paham yang memandang baik buruknya suatu perbuatan itu diukur berdasarkan manfaat yang dihasilkan dari suatu perbuatan. Sedang hedonisme adalah paham yang menganggap bahwa kebahagiaan manusia itu didapatkan dengan memenuhi kesenangan atau kepuasan secara pribadi, khususnya kesenangan yang bersifat jasadiyah (fisik), seperti kepuasan seksual, kepuasan harta, kepuasan jabatan, dsb.
Jika Khilafah berdiri, Khalifah akan memimpin secara langsung pemberantasan segala kemaksiatan dan kejahatan, apa pun bentuknya, termasuk judi. Khalifah akan membentuk sistem hukum Islam yang kokoh, dengan mengokohkan 3 (tiga) unsur yang ada dalam suatu sistem hukum (legal system) (Friedman, 1975); (1) menerapkan Syariah Islam sebagai substansi hukumnya (termasuk sanksi pidana syariah); (2) membentuk struktur APH (aparat penegak hukumnya) Syariah-nya, seperti mengangkat para hakim syaraih (Qadhi), polisi (syurthah), tentara (al-jaisy), dan APH (aparat penegak hukum) lainnya; dan (3) membentuk culture of law (budaya hukum) yang kuat di masyarakat, dengan menumbuhkan budaya amar ma’ruf nahi mungkar di masyarakat. (Lihat : Lawrence M. Friedman, The Legal System: A Social Science Perspective, New York: Russell Sage Foundation, 1975).
Sistem hukum Islam tersebut, dengan penegakan hukum yang disertai dakwah fikriyyah (misalnya lewat durusul masajid, sistem pendidikan Islam formal, media massa, social media, dsb) yang dilakukan kepada masyarakat, kami yakini akan mampu memberantas judi tidak hanya gejala penyakitnya, tapi juga sumber penyakitnya yang terdalam. Jadi, sistem hukum Islam itu tidak hanya menindak tegas para pemain dan bandar judi online, dengan menangkap dan menyeret mereka ke peradilan syariah, serta memberi sanksi pidana syariah yang tegas dan terukur bagi mereka, tetapi juga akan memberantas paham-paham pendukung judi itu hingga ke akar-akarnya, yaitu memberantas paham-paham dari Barat yang kafir, seperti utilitarianisme dan hedonisme yang bercokol dalam pikiran dan jiwa umat Islam.
Yogyakarta, 3 Juli 2024
Muhammad Shiddiq Al-Jawi
%PDF-1.4 %Çì�¢ 5 0 obj <> stream xœ[[—ãÆq~Ÿ_�GÐgB7€n`Ÿ,G›H{µÖÌ:±wó ’Ø!–$H�€�ÉËßKUõ ‚+9'g†úRׯ.Ýü%J¥øgÿoŽwßü¬£—Ë]½Üýr'èedÿmŽÑža@ ‘¤yôüùÎLQ^e‰R‘®T"£çãÝÇX¬²$Mu‘ÅÙJçBë¸XåI&”ªâhõŸÏ?Þ=dešÈÆ?®`DUÉ"W8V¤:îWžåRÅ]½ªà¡Ty|X=äqô=l_UBèxܯDšT¥¨âñ¸ kØø¡¢÷UüÃJhx $_`ª‚UŠTÅ5l¨“Bé"6“ÊRÄѧ8°ÊHú~UÀÃ<ÏÙbŸV�ºè/@<ÆÕN\•¹`Ô4«�”Zª"Ž„¼�ÞnÛËJÅ-qò�ç¤�‡ð1•UÜÀ\\±Š× ˆ¡L”,+ßG29ò[j‘YÉË4Ñ*• y™hQUF¢»Y©ª¬”ñ€�½\ßà×oV( Yð ¾64ºL‹"~@µ.òøˆ ‡QYŸüìѨ¥Ô*‹;ÿ´Ù¢�ÊRÅÉ…”%@ˆ´3é.Í+Ãp‡Â�B€4ÃNçf¿*aQ©ËÉR§îÅh謻µ†_`ÃMÒ¡o=ÄLëyë¶Í%g¿ôîü j§’1‡ò)A¿;X DšV™væ¬`i”% Uɬ4BEûpJ¦ðô´ÊâwÞF&Vt¶vBâŠPò(O-ÁJY!£àL’IBƒÂ ïE” ]r¯´ÿáî%Áªp�Ì’ß)]%Ú’üˆÛ§iVUñOïÈ4�õ´J“¼,%ý3òn?ÿlØK�¢�$ëJ—eüôƒá!W=K%…Hs ,“�é,þéç?0Ð"ñ·È|®Áˆ#ã7ªš®öáO�¤ˆ“‡•NA!ïýÄ·DR^©,g+AàuŒ‰¿’ÄZ@õóàZ¹»‡i©�3!øž_á[Ú§”"þ#Ž-R û-Œ-DVˆØÐ,ÒÔˆC˜#¼ËÁýæÒ^¦<Èìß—ÞS"�z¸¡©·A#Òõ2 üŸ=°!s Æß zfn»w(éÀ‰KÚ •E‰¶§àq6Q…‘´–…*y^‘L‹‚Ç�‡ÌË€w„¬ -€5.œ¾]‘ÿdÔÑÓéó …)5 nݵַDn�Fƒ§Càsë9ŽlT“JŠ|BÑG@çš°§J!µ‡7L¨/¾ÓgÚ� +ƒqC�¯D–J Ã` RWËý=WUæñ‹Ù ×€fú ÉÆ H ‚>Huš+íˆ-Ћj&¤™dFŒÈ@DþS ¸ší¢§×ð�½èÛzm-ûJœGoûSGX«r¤¯�Ð!] ´ »óÇhbÝn„qÅJJ Ž�Çï¢÷è4„ &È3T™9ªÐº'R\ Àw/µ�U�Á¦Hd&!Få…‰‘S…r’èq¼PÉ!†×kZèÕ¸ö¥ŽÞ�’¨ŠÞ7{ó¢Ìr$ ¹™Àƹž³JÆÕ=\—yRB¦Åµe]è4I+5£28áúÖD1°Þs›Î%À–rVýͺJ ÙÐ3h¤ z@sˆ:8¢Dƒ† } ¶´66èk)soNÇ&bÄVùôYÑ)ÚA¤–2H vf1àQÄÖÎëævfv/ˆÿÅÛÌétnú:XÁОº{³q^åEücÌqûö†¤IMF $0±&ðüÒ^52ï%r+¸sò‘ � ¡¡[´ I0¹ÎØ>§î𜓽h+ /€„`w,R ™ç« "?8B`øé³%¿Ø•ˆFŒK({IoÛµ—Á£_Ó[°w¶ýÇ»çß}ÄÜà ®y Ö5({Ä,�™‡X¦K÷·}Œœ½·aàt@K°ôz8¡±•¥½Ø×¾n/ÍIJݛ±Û4þúÀ£¢í†WœR šÒš°¢wŒ<ƒ„EZ’›-ÛëÜ×› À¡ÝØ4=ƒ•f´¯¦�-Wa-`„ÛvŸcÓm˜Œ/°€ÆÂ'×Vqº"‚ðv>\þÎ4ðhú6àûÌ þ ¦A½ÖTc¥XvX.S¢P\— € [%¢4 BÆÛæì�…#A�ð±éØŠ<ˆ- ݶ€¦T¼kúæó©§XI_ÜX=cs+ô"ÍH ®£ÌVJØ3ðâö¸ZDyf< ÁÀy�Â(vÑ@vX<0R¤»_ƒ6ˆeFÉ’Å„:¤eÌj&¶êè\pé&ê Pt�!ZH´¢ºØ(”%j² ùùÇg¿¡`íºÖ†½²P%³¼,¸õ;R³ É$}ˆ¢0Ð3á=ª5�¸§‹‰äRP¶à`BHìÚ…(x±F4[(å'Xq@ttþpïa†Ö(m ë ¸œ,3K@-³_ g¨}!(ÊøáV ØPáÚG›ÆMUéEG²IÅ KþÓ@LÎJ æž�.â5wŽu2½7! H¤_�}mi”IFôD§ª.Ø>, >š¥SzÎDr>÷§z¬}×\îi¤¦åYê±Ù±mYÖâöÚ3@5±Û#öÜpF[Æ‚ÙëÁF< ›‚ú†Ï«ˆàU É°l�Ì©Š¿àY.—ØÃàÜfH3Q¬DÆmvÉľÜ,ùs ü ‘•"ÝŃ›2‹“¥–Óòe‚¿®Hªà.ðJ’JL’óή�™×Ú2ZEAu«°Aè¨K1Iìÿ�ö^ZŠxRª«ñÀÜÀL‰»çh2ƒG‚¦g•¢“®Ûaž{ÐsÀ¢ê0„@¼*+Ó.|j¨5•©‚<ð~Òrq»á” PåÝ`8Ø-bˆ·Û²2ÀF CVqs?Ä9;¯¢Äôí´\Fv´¯[ ©¡þë]W óW°¦.(‚Õ…O÷Æ�ÀäW-“™Ímƒt&ìxZ’yÂÖÎ1,ÏŸÝ4G–ju!_f5ÅÖšDÝàp�cFJ†R§±ß4¡YÃË?—2‰œÒiiZ°ÿ¯�A5ŠIÍEaJŽEù·£ml'ÃÖ“€˜šxu†pÓžæ&)†�Í#_³øîì›-2Ä%QRaÅHmª±çZùR¦hZÛÑ'}›Á<¦¢ñôy…ÝR!õ²÷ AÐÇuÒQäzµº-öçè�å^Ú%s`Fë¹Ä@•@•ƒ"ß/rS@òª¼ßÞûÁsš>€úXè[µ!WŸl®†bäBÚdpŠ”“¢jv”"@�H%LQ¤, +ñaÁ>oDy4Ö�IÑLñø¯®>ë�¾Qt+?ÃiÓèí!WØ$&¸æÁ-°%ÃQ÷Þ‘ ~sNÛ7!Ç7M¹Ý0èEƵ0yÙ\n®Ú[œ›vÑX‰Å沧—5¯PŽ¸z9â~T\W¦££(@U³ÊöFÅ–™^Ñb ;)ÚÐén=!XO-VSÇûâmÑ(o¸ :bFGƒ 8õÛ¦�ƒ§¨oX{üÐþ7³ŽCÐhd¡…}ˆX—}�ûD„àà'Ø�ó3Õ Côf0´TBÔIÈ÷è˜äª™‹†Bçr†cv¸Òw{]Qj• -)c)•°4 ß}{yÍÛ¹X¬N3×ϽÙm‰6ó^ö§uQP@CŠT!�¢û¨È� >Wˆn꧛„±®¦j<¯9D› €…ҵ̋kI=8vß²L²ëö|8“j þºÜ7úã�f t¤%`†µÜ�$¥žŸ =’1;]õ5 PÜ¢]ÚÅW[[™ÒxR8y…®@ͱŒ |ÚÃ]·;·6ÄÞm»g@'¨Ø6ÝËb±c°kLÚqgÐó1Ø?çx|¢¹Šhü?’/+çmNˆÐ| Èì$üiùƒ•kPÙc3Ú㑼G2HNg(:&®î™7Lü¦xˆî¿Ð\„S …[׆Ü_a[Z‘}Š?tí@ô-N9;šÅ'ÁÕ(½*ÛåŸåÐÛ,èF‘ÕV:‘QŽâÕzròï|àý𑵌Xw<×{V˜¿R,ʧ &ÂcÓ}1¾!ª‚�Ù†¢»ý“Š$ŸùK§vÇQi�Ë‹ÀX—g=öô!)»aÜÓWmò§ñð½Æì/w,»ÚÎ<¾nú=s¾ãºÆàgC!›Ï—jY~Ê:_ÝKHEÙn;¶Ûùz7‚Ë\eW¦aædà¨^!Ãvh‚žÜ×{vœZ
Apa Saja Manfaat dari UU ITE?
UU ITE mengatur berbagai hal agar pengguna teknologi informasi dan transaksi elektronik bisa mendapatkan kepastian hukum. Dengan begitu, manfaat UU ITE yang paling utama adalah memberikan perlindungan hukum bagi pengguna ruang digital.
Kepastian hukum dari UU ITE ini bermanfaat untuk meningkatkan rasa kepercayaan para pengguna teknologi. Setiap orang pun akhirnya bisa mengakses teknologi tersebut tanpa harus resah terhadap keamanan, misalnya dalam transaksi elektronik.
Berhubungan dengan itu, UU ITE juga bermanfaat untuk mencegah berbagai kejahatan siber (cybercrime). Sejumlah aturan UU ITE mengatur tentang hal tersebut, misalnya tindakan penyadapan, penipuan, dan lain-lain.
Unsur Tindak Pidana Perjudian
Unsur perjudian sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 303 KUHP adalah sebagai berikut:
Subjek atau pelaku adalah barang siapa, hal ini merujuk pada orang atau orang menurut hukum.
Sanksi atau ancaman pidana yang dijatuh kepada sabjek hukum yang terbukti secara sah melakukan unsur tindak pidana perjudian sebagaimana tersebut di atas adalah:
Berikut ini bunyi ketentuan Pasal 303 KUHP:
Unsur ketentuan Pasal 303 KUHP harus terpenuhi terlebih dahulu, untuk kemudian dapat dijatuhkan pidana penjara atau pidana denda. -RenTo240822-
UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) menjadi hal yang perlu diperhatikan oleh pengguna ruang digital. Adapun wadah digital tersebut mencakup sejumlah transaksi sampai media informasi (termasuk sosial media).
Lantas, apa itu UU ITE? Artikel ini membahas apa itu UU ITE, dasar hukum UU ITE, apa saja manfaat dari UU ITE, contoh kasus pelanggaran UU ITE dan sanksinya, apa saja hukuman bagi pelanggar UU ITE, serta apa saja contoh kasus pelanggaran UU ITE di Indonesia.
UU ITE merupakan kepanjangan dari Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Peraturan tersebut didefinisikan sebagai undang-undang yang mengatur sejumlah kegiatan informasi dan transaksi elektronik di dunia digital.
Sejumlah aturan yang tertulis di dalam UU ITE bertujuan untuk mengawasi dan melindungi aktivitas di internet. Lebih rincinya menjaga ruang digital agar bisa sehat, bersih, produktif, dan taat terhadap etika tertentu.
Bersih dan sehat yang dimaksud dalam ruang lingkup UU ITE juga mencakup berbagai landasan hukum penggunaan teknologi. Dengan begitu, tindakan kejahatan online atau cyber crime bisa mempunyai dasar aturan yang sah.
Dasar hukum UU ITE dideskripsikan melalui asas dan tujuan pembentukannya, diatur melalui Pasal 3 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Secara garis besar agar bisa memanfaatkan teknologi ITE sesuai asas kepastian hukum, kehati-hatian, manfaat, netral teknologi, dan itikad baik.
Adapun UU ITE yang pertama kali dibentuk pada 2008 tersebut telah mengalami dua kali perubahan. Pertama, diubah lewat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008. Perubahan ini dikhususkan bagi Pasal 27 ayat (1) dan (3), Pasal 28 Ayat (2), dan Pasal 31 Ayat (3).
Sedangkan perubahan kedua UU ITE dapat dilihat dalam ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2024, yang diundangkan di Jakarta pada tanggal 2 Januari 2024. Ketentuan perubahan kedua UU ITE tersebut mengatur mengenai penyelenggara sertifikasi elektronik, kontrak elektronik internasional, serta perubahan terhadap ketentuan sanksi pidana yang sebelumnya diatur dalam ketentuan Pasal 45, Pasal 45A, dan Pasal 45B UU ITE. Selain itu peraturan tersebut juga mengatur mengenai alat bukti elektronik, sertifikasi elektronik, perbuatan yang dilarang, dan sebagainya.
Selain UU ITE yang telah diubah dua kali, terdapat pula Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. Aturan itu melingkupi penggunaan sistem elektronik dan transaksi di dunia digital.
Liputan6.com, Surabaya - Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi penerbitan Surat Edaran (SE) larangan judi online dan/atau judi slot Bagi ASN Maupun Non-ASN di lingkungan Pemerintah Kota Surabaya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 dan Instruksi Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pemberantasan Judi Online atau judi slot, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya pun mengambil sikap tegas.
Eri Cahyadi meminta seluruh ASN dan Non-ASN agar tidak melakukan atau terlibat dalam kegiatan yang mendukung, memfasilitasi dan/atau mempermudah aktivitas yang berkaitan dengan judi online dan/atau judi slot dalam bentuk apapun.
“ASN dan Non-ASN diminta tidak menggunakan fasilitas barang milik daerah, seperti komputer, laptop, internet dan lain sebagainya untuk kegiatan di luar urusan kantor dan/atau kegiatan yang bersifat negatif antara lain perjudian, pornografi dan game,” kata Eri Cahyadi, Kamis (11/7/2024).
ASN dan Non-ASN juga diharapkan agar tidak berkomunikasi dengan pihak yang diduga atau patut diduga terlibat dengan aktivitas judi online.
“Serta, tidak terlibat dalam segala bentuk perjudian apapun di lingkungan kantor pada saat jam kerja maupun diluar jam kerja, dan turut mengkampanyekan anti judi online atau judi slot,” jelasnya.
Selain itu, seluruh Kepala Perangkat Daerah (PD) di lingkungan Pemkot Surabaya diminta untuk melakukan pengawasan dan bertanggung jawab atas penggunaan fasilitas Barang Milik Daerah seperti PC, Laptop, internet dan lain sebagainya.
Wali kota Surabaya, Eri Cahyadi, ngamuk saat melakukan sidak ke RSUD Dr. Soewandhie dan RSU Bhakti Darma Husada. Ia mengamuk lantaran menemukan pelayanan kesehatan tidak maksimal di kedua RS tersebut. Eri pun meminta seluruh pelayanan di fasilitas...
Hukum Positif Indonesia-
Indonesia sebagai negara hukum jelas melarang segala macam bentuk perjudian, hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 303 KUHP.
Dalam uraian ini disampaikan mengenai:
Penulis menyampaikan pengertian perjudian berdasarkan 2 kategori, yaitu:
Perjudian mempunyai kata dasar ‘judi’ yang ditambahkan awalan ‘Per’ dan akhiran ‘an’, dimana menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online mempunyai maknasebagai berikut:
Berdasarkan makna kata tersebut di atas dapat didefinsikan perjudian adalah segala kegiatan yang mempertaruhkan sejumlah uang atau harta dalam permainan tebakan berdasarkan kebetulan, dengan tujuan mendapatkan sejumlah uang atau harta yang lebih besar daripada julah uang atau harta semula.
Pengertian perjudian menurut undang-undang tentunya merujuk pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dalam hal ini adalah ketentuan Pasal 303 ayat (3) KUHP yang menyatakan bahwa, “yang disebut permainan judi adalah tiap-tiap permainan, di mana pada umumnya kemungkinan mendapat untung bergantung pada peruntungan belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir. Di situ termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain-lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya”.
Berdasarkan pengertian tersebut di atas dapat didefinisikan bahwa yang dimaksud dengan perjudian atau permainan judi adalah setiap permainan yang kemungkinan mendapatkan keuntungan bergantung pada peruntungan belaka dan pemainnya menjadi lebih terlatih dan lebih mahir untuk permainan tersebut, termasuk kegiatan taruhan berkenaan dengan keputusan perlombaan atau pertandingan dimana para peserta taruhan tidak ikut dalam perlombaan atau pertandingan tersebut.
Apa Saja yang Termasuk Pelanggaran UU ITE?
Terdapat berbagai macam jenis kegiatan yang termasuk jenis pelanggaran UU ITE. Berikut ini daftar apa saja yang termasuk pelanggaran UU ITE.
LARANGAN JUDI ONLINE, KALAPAS PALU TEGASKAN BAGI PEGAWAI YANG TERLIBAT AKAN DIBERI SANKSI TEGAS
Palu, Info_PAS - Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Palu Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Tengah, Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Kelas IIA Palu,Makmur.,S.H menegaskan larangan keras bagi seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Lapas untuk terlibat dalam praktik judi online, Sabtu (23/11).
Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya penegakan disiplin dan menjaga integritas aparatur dalam menjalankan tugasnya. Kalapas Palu, Makmur menyampaikan bahwa perjudian, termasuk judi online, tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga mencoreng citra lembaga pemasyarakatan sebagai institusi yang seharusnya menjadi teladan dalam penegakan hukum.
"Saya tekankan kepada seluruh pegawai di Lapas Kelas IIA Palu, tidak ada ruang bagi siapa pun yang terlibat dalam judi online. Jika ada yang terbukti melanggar, kami tidak akan segan-segan mengambil tindakan tegas sesuai aturan yang berlaku," tegas Kalapas dalam apel pagi yang digelar pada 22 November 2024.
Ia juga mengingatkan bahwa ASN sebagai abdi negara wajib mematuhi kode etik dan menghindari perbuatan tercela yang dapat merusak reputasi institusi. Kalapas Palu mengimbau agar pegawai lebih bijak memanfaatkan teknologi digital dan memprioritaskan pengabdian kepada masyarakat.Langkah tegas ini merupakan bagian dari komitmen Kalapas Kelas IIA Palu dalam menciptakan lingkungan kerja yang bersih, bebas dari praktik ilegal, dan berorientasi pada pelayanan publik yang prima. Humas Lapas Palu
Narasumber: Gloria Beatrix – Relawan Lembaga Bantuan Hukum “Pengayoman” UNPAR
Perkembangan zaman menyebabkan berkembangnya teknologi dan informasi. Dengan adanya teknologi, segala sesuatu dapat diperoleh secara instan. Hal ini terlihat dengan banyaknya aplikasi-aplikasi yang menyediakan berbagai kebutuhan sehingga semua orang tidak perlu untuk pergi ke suatu tempat, melainkan cukup untuk membeli secara dalam jaringan (online).
Pada tahun 2020, dunia dilanda dengan pandemi Corona Virus Disease (Covid-19) yang menyebabkan aktivitas semua orang di luar rumah harus dibatasi.[1] Oleh karena itu, banyak orang yang membeli kebutuhan sehari-hari maupun barang yang diinginkannya secara online. Dengan begitu, maka kegiatan jual beli secara online ini semakin sering dilakukan. Namun, dengan adanya kegiatan jual beli yang dilakukan secara online mengundang jenis kejahatan yang baru yaitu penipuan online.
Penipuan online merupakan salah satu tindakan kejahatan yang paling banyak dilaporkan. Hal ini dibuktikan dengan adanya data dari databoks yang menunjukkan bahwa sejak tahun 2016 hingga tahun 2020 terdapat 7.047 (tujuh ribu empat puluh tujuh) kasus penipuan online yang dilaporkan.[2] Oleh karena itu, jika dirata-rata setiap tahunnya, maka terdapat 1.409 (seribu empat ratus sembilan) kasus penipuan online. Maraknya penipuan online menyebabkan pentingnya edukasi terhadap masyarakat agar dapat mencegah dan mengetahui cara yang dapat dilakukan ketika menjadi korban dari peristiwa ini. Selain itu juga, penting bagi masyarakat untuk mengetahui sanksi pidana atas tindak pidana penipuan online.
Penipuan secara online pada dasarnya sama dengan penipuan konvensional yang diatur dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP). Perbedaan mendasar dalam penipuan konvensional dan penipuan secara online terdapat pada sarana perbuatannya. Hal ini disebabkan karena penipuan konvensional adalah jenis penipuan yang pada umumnya terjadi dan diperuntukkan pada semua hal yang terjadi dalam dunia nyata, bukan pada dunia maya.[3] Oleh karena itu, pada penipuan secara online, sarana perbuatannya menggunakan sistem elektronik dengan melalui komputer, internet, dan perangkat telekomunikasi.[4] Terlepas dari perbedaannya, penipuan online ini juga memiliki bentuk yang bermacam-sama seperti penipuan konvensional pada umumnya.
Salah satu bentuk penipuan online yang sering terjadi adalah penipuan jual beli online. Penipuan jual beli online ini biasanya terjadi ketika dilakukan jual beli di situs online. Korbannya tidak hanya pembeli, tetapi penjual pun mengalaminya. Terdapat 3 (tiga) bentuk penipuan jual beli online yang sering terjadi yaitu:[5]
Berdasarkan penjelasan sebelumnya mengenai bentuk-bentuk penipuan jual beli online, sudah seharusnya masyarakat baik sebagai pembeli maupun penjual melakukan beberapa tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan yang pertama adalah bagi pembeli maupun penjual harus terlebih dahulu memastikan identitas dari penjual maupun pembeli. Kedua, untuk pembeli mengutamakan sistem Cash on Delivery (COD).[6] Sistem COD ini adalah suatu metode pembayaran yang dapat dilakukan secara langsung setelah pesanan dari kurir diterima oleh pembeli.[7] Namun, jika tidak memungkinkan dilakukannya COD, maka pembeli disarankan untuk selalu meminta resi jasa pengiriman barang agar dapat melakukan pengecekan terhadap barang yang dipesan. Ketiga, jangan mudah tergiur bagi pembeli untuk membeli barang yang murah karena barang tersebut bisa saja barang bekas atau barang tiruan. Kemudian, bagi penjual diharapkan untuk selalu memastikan mutasi rekening ketika pembeli mengirimkan bukti transfer untuk menghindari bahwa bukti transfer yang dikirimkan adalah palsu. Dalam memastikan rekening tersebut palsu atau tidak terdapat situs yang disediakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Situs tersebut bernama cekrekening.iddan dapat memperlihatkan rekening yang terindikasi dengan tindak pidana penipuan. Caranya adalah dengan mengunjungi laman cekrekening.id kemudian mengisi form nama bank dan nomor rekening yang akan dilaporkan, setelah itu akan dilakukan verifikasi oleh tim cek rekening. Lalu, akan muncul hasil verifikasi mengenai rekening tersebut memang terindikasi melakukan penipuan atau tidak serta riwayat pelaporan.[8]
Dalam hal sudah dilakukan pencegahan tetapi penipuan jual beli online tetap terjadi, maka yang dapat dilakukan oleh korban adalah segera menghubungi pusat panggilan aplikasi uang elektronik yang disediakan oleh E-Commerce seperti Shopee Pay, Ovo, atau lain-lain untuk melakukan pembatalan pembayaran. Selain itu juga, bisa menghubungi mobile banking (m-banking) terkait sehingga dapat meminta bank untuk memblokir rekening dan segera mendatangi gerai bank untuk mendapatkan solusi lebih lanjut. Kemudian, laporkan juga kepada pihak yang berwenang untuk melengkapi pelaporan dan penyelidikan lebih lanjut. Pelaporan ini dapat dilakukan kepada pihak Kepolisian, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan dan instansi terkait lainnya.[9]
Mengenai sanksi pidana dari tindakan penipuan, telah diatur dalam Pasal 378 KUHP yang menyatakan bahwa:
“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan menggunakan nama palsu atau martabat (hoedanigheid) palsu; dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
Pengertian penipuan secara konvensional yang diatur dalam Pasal 378 KUHP belum mencakup secara komprehensif mengenai penipuan online dalam transaksi elektronik. Oleh karena itu, perlu diketahui mengenai aturan yang secara khusus mengenai transaksi elektronik. Aturan itu adalah Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 jo. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut sebagai UU ITE).
Dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE dijelaskan mengenai kerugian konsumen dalam transaksi elektronik yaitu:
“Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.”
Kemudian jika dilakukan pelanggaran terhadap Pasal 28 ayat (1) UU ITE maka akan dikenakan ancaman pidana sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 45A ayat (1) UU ITE yaitu:
“Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Pasal 378 KUHP dan Pasal 28 ayat (1) UU ITE mengatur hal yang berbeda. Hal ini disebabkan karena pada Pasal 378 KUHP mengatur mengenai penipuan secara konvensional sedangkan pada Pasal 28 ayat (1) UU ITE diatur mengenai berita bohong dan menyesatkan sehingga menyebabkan kerugian terhadap konsumen dalam transaksi elektronik.[10] Walaupun begitu, di antara keduanya terdapat persamaan yaitu menyebabkan kerugian bagi orang lain.[11]
Menurut hemat Penulis, dalam kasus penipuan jual beli online terjadi karena adanya berita bohong dan menyesatkan yang menyebabkan kerugian terhadap konsumen dalam transaksi elektronik sehingga Pasal 28 ayat (1) UU ITE beserta sanksinya yang terdapat dalam Pasal 45A ayat (1) UU ITE dapat diterapkan. Selain itu, dengan melihat ketentuan dalam Pasal 378 KUHP yang belum mengatur secara komprehensif mengenai penipuan jual beli online menyebabkan pasal ini sulit untuk diterapkan. Hal ini sejalan dengan adanya asas Lex Specialis Derogat Legi Generali yang mengandung makna bahwa aturan hukum yang khusus akan mengesampingkan aturan hukum yang umum.[12] Oleh karena itu, jika terjadi penipuan jual beli online pasal yang dapat diterapkan adalah Pasal 28 ayat (1) UU ITE jo. Pasal 45A ayat (1) UU ITE selama unsur-unsurnya terpenuhi.
Berdasarkan pemaparan ini, dapat diketahui bahwa penipuan jual beli online merupakan suatu tindakan yang dapat dikenakan sanksi pidana. Namun, sebenarnya dalam UU ITE ini hanya mengatur jika terjadi adanya berita bohong yang merugikan konsumen, tetapi tidak mengatur jika pihak yang dirugikan adalah penjual. Oleh karena itu, menurut hemat Penulis sebaiknya ditambahkan ketentuan mengenai penjual yang menjadi korban sehingga penjual pun dapat dilindungi. Selain itu juga, dikarenakan penipuan jual beli online ini masih sering terjadi, masyarakat harus lebih berhati-hati dalam melakukan transaksi jual beli online dan menerapkan berbagai tindakan pencegahan agar terhindar dari kejahatan penipuan jual beli online ini.
[1] Anonim, Jejak Pandemi Covid-19, dari Pasar hingga Mengepung Dunia, https://www.cnnindonesia.com/internasional/20210804100935-113-676183/jejak-pandemi-covid-19-dari-pasar-hingga-mengepung-dunia (diakses 20 Januari 2021).
[2] Muhammad Ahsan Ridhoi, Ribuan Penipuan Online Dilaporkan Dalam Lima Tahun Terakhir, https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/09/11/ribuan-penipuan-online-dilaporkan-tiap-tahun (diakses 20 Januari 2021).
[3] Rizki Dwi Prasetyo, Artikel Ilmiah: Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Penipuan Online dalam Hukum Pidana Positif di Indonesia (Malang: Sarjana Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 2014), halaman 7-8.
[4] Satria Nur Fauzi dan Lushiana Primasari, Tindak Pidana Penipuan Dalam Transaksi di Situs Jual Beli Online (E-Commerce), Recidive, Volume 7 – Nomor 3, September-Desember 2018, halaman 251.
[5] Jevlin Solim, dkk, Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Penipuan Situs Jual Beli Online di Indonesia, Jurnal Hukum Samudera Keadilan, Volume 1- Nomor 1, Januari-Juni 2019, halaman 103-104.
[6] Semi Iwarti, Skripsi: Modus Penipuan dalam Praktek Jual Beli Online dan Cara Pencegahannya Prespektif Hukum Islam, (Bengkulu: Sarjana Fakultas Hukum Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bengkulu, 2021), halaman 34.
[8] Tashia, Sistem e-Commerce dan Perlindungan Konsumen, https://aptika.kominfo.go.id/2017/06/sistem-e-commerce-dan-perlindungan-konsumen/ (diakses 24 Juni 2021).
[9] Faisal Hafis, Apa yang Harus Dilakukan Jika Jadi Korban Penipuan Online, https://kominfo.go.id/content/detail/27912/apa-yang-harus-dilakukan-jika-jadi-korban-penipuan-online-ini-solusi-kominfo/0/sorotan_media (diakses 20 Januari 2021).
[10] Dimas Hutomo, Cara Menentukan Pasal untuk Menjerat Pelaku Penipuan Online,https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5d1ad428d8fa3/cara-menentukan-pasal-untuk-menjerat-pelaku-penipuan-online/#:~:text=Setiap%20Orang%20yang%20dengan%20sengaja,.000.000%2C00%20(satu%20miliar (diakses 24 Juni 2021).
[12] Letezia Tobing, Mengenai Asas Lex Specialis Derogat Legi Generalis, https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt509fb7e13bd25/lex-spesialis-dan-lex-genralis (diakses 24 Juni 2021).
Pencemaran nama baik
Pencemaran nama baik dalam UU ITE diatur melalui Pasal 27 A UU No. 1 Tahun 2004, yang berbunyi “Setiap Orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik.”
Pengancaman dan Pemerasan
Pasal 27 Ayat (4) UU ITE menjabarkan tentang tindakan pengancaman dan pemerasan melalui teknologi informasi. Seseorang yang melakukan kedua aktivitas tersebut di ruang digital bisa mendapatkan konsekuensi hukum.
Pasal 28 Ayat (2) UU ITE mengatur larangan terhadap penyebaran ujian kebencian. Adapun secara spesifik mengacu kepada ujaran yang menimbulkan perselisihan berdasarkan unsur SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan).
Pasal 29 UU Nomor 11 Tahun 2008 mengatur tentang pelanggaran kegiatan teror atau menakut-nakuti orang lain lewat internet. Kejahatan siber ini bisa dilaporkan ke pihak berwenang, kemudian ditindaklanjuti secara hukum.
Berita bohong, kerap disebut hoax, diatur lewat UU ITE Pasal 28 Ayat (1). Informasi yang menyesatkan ini berpotensi mengarahkan seseorang ke sudut pandang yang salah dan menimbulkan kerugian jika diakses konsumen (ketika ada transaksi).
UU ITE Pasal 31 menyebutkan kasus pelanggaran yang termasuk tindakan penyadapan. Di mana seseorang secara sengaja dan bukan haknya menyadap informasi atau dokumen elektronik milik individu lain.
Apa Saja Hukuman bagi Pelanggar UU ITE?
Pelanggar UU ITE bisa mendapatkan hukuman pidana penjara dan/atau denda tertentu, sesuai kasus yang telah dilanggarnya. Sebut misalnya pelanggar Pasal 27 angka 2 UU ITE dapat dikenakan pidana penjara maksimal 6 tahun dan didenda paling besar satu miliar rupiah. Sedangkan pelaku pencemaran nama baik dengan menggunakan media elektronik dapat dikenakan pidana penjara maksimal 2 tahun dan didenda paling besar empat ratus juta rupiah. Berdasarkan ketentuan Pasal 45 angka 3 UU No. 1 Tahun 2004, maka pelaku judi online dapat dikenakan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau denda paling banyak sepuluh miliar rupiah.
Pelaku penyebar informasi yang memuat asusila akan dikenakan pidana penjara selama enam tahun dan/atau denda paling banyak satu miliar rupiah.Pidana serupa juga dijatuhkan bagi para penyebar hoax dan pengujar kebencian di tanah air. Sedangkan ketentuan Pasal 45B UU ITE mengenakan pidana penjara selama empat tahun dan/ atau denda paling banyak tujuh ratus lima puluh juta rupiah bagi pihak yang mengancam dengan media elektronik.
Menyebarkan Gambar atau Video Asusila
Perbuatan melanggar kesusilaan diatur dalam Pasal 27 Ayat (1) UU ITE. Ini terjadi ketika seseorang mendistribusikan atau membuat akses terhadap dokumen elektronik yang punya konten pelanggar asusila.
Dasar hukum larangan judi online terlampir dalam Pasal 27 Ayat (2) UU ITE. Dilanggar apabila terdapat distribusi atau transmisi informasi elektronik dan dokumen elektronik yang terkait dengan kegiatan perjudian.