Makna Slogan Produk

Makna Slogan Produk

Diterbitkan oleh Bram Setiadi

Male | 29 | Javanese, Indonesian | Christian | Physics, Institut Teknologi Bandung | Educator and pianist. Lihat semua pos milik Bram Setiadi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) slogan dimaknai sebagai perkataan atau kalimat pendek yang menarik atau mencolok dan mudah diingat untuk memberitahukan atau mengiklankan sesuatu. Slogan biasanya berisi ungkapan positif yang bisa dijadikan penyemangat menjalani kehidupan sehari-hari. Berikut beberapa contoh slogan berbahasa Jawa yang penuh makna:

Memiliki makna hidup itu hendaknya dapat memberi manfaat bagi orang lain di sekitar kita, semakin besar manfaat yang kita berikan tentu akan semakin baik bagi kita maupun orang lain, tetapi sekecil apapun manfaat yang kita berikan kepada orang lain jangan sampai kita menjadi orang yang meresahkan masyarakat.

Artinya, kehidupan manusia baik dan buruk adalah akibat dari perbuatan manusia itu sendiri.

Rukun agawe santosa artinya rukun membuat sentosa atau kokoh, crah agawe bubrah artinya bertengkar membuat rusak atau menimbulkan kehancuran. Slogan ini merupakan salah satu sikap hidup orang Jawa yang mendambakan kerukunan dan kedamaian di masyarakatnya.

Siapa pun yang bersungguh-sungguh dalam usahanya pasti akan meraih kemuliaan

Terjadinya dirimu itu adalah melalui adanya bapak dan ibumu. Memang kita lahir tentu saja melalui kedua orangtua kita. Pepatah ini mengajarkan kita agar selalu mengingat kodrat darimana kita dilahirkan. Jangan sampai kita lupa bahwa orang tua memberikan sumbangsih paling besar bagi kita. Dengan perawatan dan kasih sayangnya semenjak kita lahir menjadikan kita dewasa, dan bisa menentukan jalan hidup yang kita tempuh. Tanpa mereka kita tidak akan terlahir kedunia.

Slogan bisa membuat hidup lebih termotivasi untuk menjalani kehidupan.

Di antara banyak tokoh pendidikan di abad ke-18, Ki Hadjar Dewantara beruntung terpilih menjadi ikon atas pendidikan Indonesia.  Tiga semboyan utama pendidikan Indonesia juga wajib menjadi mantra yang harus dihafal oleh seluruh anak didik.

Ing ngarsa sung tuladha; Ing madya mangun karsa; Tut wuri handayani.

R.M. Soewardi Soerjaningrat (Ki Hadjar Dewantara)

Sebagai seorang Jawa, semboyan ini berada dalam bahasa yang tanggung; sebagian termasuk krama inggil (bahasa halus atau sopan) sebagian lain tergolong ngoko (bahasa rendah atau kasar), dan ada pula krama madya – sebuah tingkatan bahasa yang berada antara krama inggil dan ngoko. Dari segi makna, tentu banyak buku teks yang mencantumkan artinya. Namun mumpung ini dekat-dekat dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional (meskipun terlambat), tidak ada salahnya jika kita belajar arti secara harafiahnya, kata demi kata.

“Ing ngarsa sung tuladha.”

Ing merupakan kata preposisi di. Seperti pada kalimat Bapak saweg wonten ing dalem (Bapak sedang ada di rumah). Ing menunjukkan posisi keberadaan suatu subjek. Ngarsa sendiri menunjukkan tempat tetapi tidak secara spesifik. Ngarsa dapat diartikan di depan, di muka, tetapi dalam konteks ketuhanan dapat juga diartikan di hadirat. Contohnya pada frasa ing ngarsanipun Gusti (di hadirat Tuhan). Ngarsa ialah tempat yang dapat terlihat dengan mudah atau tempat sesuatu berawal.

Sung disinyalir berasal dari kata dasar usung yang dalam Bahasa Indonesia juga dapat diartikan usung atau junjung. Dalam Bahasa Jawa, pemangkasan suku kata untuk mempersingkat pengucapan cukup sering terjadi, misal panggon menjadi nggon, mengko dhisik jadi ko sik, dan sebagainya. Di konteks kalimat tersebut sung berasal dari ngusung yang artinya menjunjung, mempertunjukkan, atau mengutamakan. Tuladha adalah kata benda yang artinya teladan, contoh, atau panutan.

Ing ngarsa sung tuladha dapat diartikan bahwa pendidikan harus dimulai dengan memberikan contoh dan teladan yang baik – bukan dengan kata-kata ataupun teori, melainkan dengan tindakan nyata berupa panutan kehidupan.

“Ing madya mangun karsa”

Madya sering diartikan sebagai di tengah. Namun pada konteks Bahasa Jawa, arti madya tidak sesederhana itu. Madya dapat dipakai untuk menunjukkan konten utama dari sesuatu. Misalnya dalam sebuah surat atau acara – bagian pembuka akan disebut purwa, bagian akhir akan disebut purna, dan bagian tengah disebut madya. Ibarat makanan, madya itu main course; core dari sesuatu. Sedangkan kalau berbicara usia, madya itu usia produktif – masa kanak-kanak disebut timur, dan masa tua disebut sepuh.

Mangun adalah kata kerja yang dapat diterjemahkan membangun atau mendirikan. Namun jika disambung dengan kata tertentu, mangun dapat diartikan mengajak, menghimpun, maupun bersinergi – saling membantu. Karsa, meskipun kata benda tetapi memiliki banyak makna. Istilah Jawa mengenal frasa rasa lan karsa; rasa ialah sesuatu yang tak dapat dilihat (intangible), karsa adalah pelengkap rasa – sesuatu yang dapat dilihat (tangible). Kerja keras itu karsa, pemikiran itu karsa, kesuksesan itu karsa. Karsa juga dimungkinkan memiliki akar kata yang sama dengan kersa, yang berarti kemauan atau kehendak. Contohnya digunakan pada kalimat piyambakipun sampun boten kersa malih (ia sudah tidak mau lagi).

Secara harafiah, ing madya mangun karsa mengandung makna bahwa inti dari pendidikan ialah untuk bekerja keras bersama-sama, untuk mengasah kemampuan dan keterampilan, serta memandu (menghimpun) seseorang untuk menemukan kehendak hidupnya (passion).

Tut merupakan Bahasa Jawa ngoko yang berarti ikut atau turut. Biasanya kata ini dirangkai dengan awalan nge- dan akhiran -ke menjadi ngetutke atau ngetutake sehingga berarti mengikuti. Dari perspektif negatif ngetutke mengandung makna dibuntuti, diintai, atau dimata-matai. Kaya ana sing ngetutke ning mburi (Seperti ada yang memata-matai di belakang). Wuri – telah disinggung di contoh kalimat sebelumnya, merupakan akar kata dari mburi yang berarti di belakang. Wuri juga kerap digunakan sebagai nama anak bungsu, itu artinya wuri juga berarti penghujung, tidak ada sisa.

Handayani memiliki akar kata daya yang di Bahasa Indonesia juga bisa diartikan daya, upaya, usaha, perjuangan, dan sejenisnya. Handayani berarti memberi daya, memberdayakan, memberi dorongan, semangat, dan segala yang dibutuhkan agar sesuatu menjadi berdaya.

Maka jika kita rangkai, tut wuri handayani berarti tanggung jawab untuk memantau dan memastikan bahwa dalam prosesnya selalu ada dorongan dan semangat yang diberikan dalam proses pendidikan, dan menjaga agar tidak ada yang tertinggal di belakang.

Demikian penjelasan dan pemaparan singkat saya. Kiranya menginspirasi seluruh insan pendidikan di Indonesia.